Monday, October 8, 2007

dfgdfgfdgfdg

Ringkasan Pokok Pikiran Dalam RUU Perlindungan Buruh

Ringkasan Pokok Pikiran Dalam RUU Perlindungan Buruh
Disampaikan dalam Pertemuan FGD Internal ABM, 28 Mei 2007

Pengantar

Perjuangan kaum buruh Indonesia tengah memasuki babak baru. Setelah sekian lama, gerakan buruh Indonesia akhirnya memahami bahwa perjuangan untuk mencapai kesejahteraan harus dilancarkan di dua medan pertempuran yang berbeda namun saling menunjang dan saling melengkapi. Yang pertama adalah di bidang kepastian adanya sistem perundang-undangan yang membela buruh. Sementara yang kedua adalah membangun perangkat untuk memastikan dan mengawal pelaksanaan UU tersebut di lapangan.

Saat ini, kedua lapangan perjuangan itu masih belum dapat dimasuki oleh gerakan buruh di Indonesia. Oleh karena itulah ABM merancang proses pembuatan UU pro buruh yang seyogyanya merupakan hasil partisipasi sebanyak mungkin kaum buruh Indonesia. Diharapkan melalui program pembuatan rancangan UU yang disebut RUU Perlindungan Buruh ini, kaum buruh Indonesia sudah mulai memasuki lapangan perjuangan yang pertama.

Melalui proses pembahasan yang disertai partisipasi anggota-anggota serikat buruh yang tergabung dalam ABM ini, diharapkan akan kesepakatan politik yang telah dibuat dalam Konferensi Pendirian ABM, di bulan Juli 2006, akan semakin kokoh terikat. Dengan adanya kesamaan visi dan misi ini diharapkan kesatuan langkah organisasional akan semakin mudah tercapai. Diharapkan juga tumbuhnya kepercayaan diri pada kaum buruh Indonesia bahwa buruh juga adalah warganegara yang berhak dan wajib mengikuti proses bernegara – bukan sekedar pasrah menjadi korban perundang-undangan yang tidak berpihak pada buruh.


Pokok-pokok Pikiran yang Menjiwai RUU Perlindungan Buruh

Friday, March 23, 2007

Buruh Tuntut Upah Rp 3,2 Juta: Datangi Istana

SUARA MERDEKA, Senin, 18 Desember 2006

JAKARTA- Ratusan buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat (ABM), kemarin mendatangi Istana Negara Jalan Medan Merdeka Utara Jakarta. Mereka menuntut upah layak nasional menjadi Rp 3,2 juta.

Selama ini mereka hanya menerima Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp 900 ribu. Sebelum ke Istana, massa melakukan orasi di Bundaran Hotel Indonesia.

Dalam orasinya, koordinator aksi massa Ihamsyah (ABM) mengatakan, demo tersebut merupakan puncak kegelisahan para buruh yang dirasakan selama ini.

Dia mengatakan, harus ada sebuah kekuatan buruh yang besar. Kekuatan ini untuk merubah kebijakan pemerintah yang selama ini tidak menguntungkan buruh. ''Kaum buruh tidak bisa lagi terus menerus dibohongi. Pemerintah selama ini hanya memberi janji-janji ketika Pemilu, tapi tidak ada realisasinya,'' katanya.

Aksi itu diikuti sejumlah serikat pekerja dan elemen pendukung lainnya, antara lain Serikat Buruh Jabotabek, Aliansi Jurnalis Independen, Federasi Serikat Pekerja Karawang, Federasi Perjuangan Buruh Jakarta, Serikat Pekerja Madani Indonesia dan Serikat Tani Nasional.

Sementara, elemen lain yang juga ikut dalam aksi tersebut adalah Federasi Serikat Petani Indonesia, Konsorsium Pembaharuan Agraria, serikat Mahasiswa Indonesia, Liga Mahasiswa Untuk Demokrasi, dan Front Perjuangan Pemuda Indonesia.

Ilhamsyah berpendapat, pemerintah selama ini hanya mementingkan kepentingan pemodal dan selalu menekan para buruh. Pemerintah juga dinilai masih menerapkan kebijakan politik upah murah. ''Ini sama dengan apa yang dilakukan Pemerintah Orde Baru lalu,' tambahnya.

Kekuatan Buruh

Dikatakan, keinginan Pemerintah untuk melakukan revisi terhadap UU Ketenagakerjaan hanya bisa dikalahkan oleh kekuatan buruh. Pemerintah akan selalu mencari celah untuk melakukan revisi UU Ketenagakerjaan. ''Namun hanya buruhlah kekuatan yang dapat menggagalkan niat tersebut, bukan DPR atau partai politik.''

Orator lainnya, Sastro mengatakan, pemerintah ternyata tidak mampu memenuhi janjinya pada saat kampanye untuk menerapkan upah layak nasional bagi para buruh. ''ABM menolak kebijakan politik upah murah yang merupakan pesanan kaum kapitalis,'' tandasnya.

Berdasarkan hasil penelitian ABM, upah layak nasional untuk para buruh adalah Rp 3,2 juta. ''Hasil survey tersebut bukan mimpi,'' kata Sastro.

Dia menambahan, kaum buruh harus dapat menikmati kesejahteraan yang layak mulai dari kecukupan sandang,pangan, pangan. ''Buruh tidak boleh menjadi masyarakat kelas tiga dan tidak boleh lagi gagap teknologi,'' ujarnya. (H28-49)

Aksi Upah Layak Nasional

Menuju Persatuan Gerakan Buruh Indonesia

Sepak terjang penjajah-penjajah ekonomi tersebut memang terlihat di hampir seluruh Negara berkembang yang dinilai punya sumber daya yang bisa dihisap, namun tidak di semua Negara mereka bebas berselingkuh dengan pemerintah, karena 2 faktor utama, yaitu pemerintahnya tidak sudi menjadi budak atau ki demang - ki demang para penjajah, yang menari-nari diatas penderitaan bangsanya sendiri, dan kedua karena masyarakatnya memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengetahui situasi pemerintahannya, dan berani menyampaikan ketidaksetujuan mereka terhadap siapapun yang memerintah.

Di Indonesia 2 hal tersebut tidak dijumpai, pemerintah masih sekedar menjadi ki demang atau budak modal asing, sedangkan masyarakatnya? Kita semua menyadari bahwa jumlah masyarakat yang dapat mengecap pendidikan tinggi jauh lebih rendah daripada jumlah orang yang masuk pendidikan kepolisian atau militer. Bener gak?

Jadi sistem pendidikan kita tidak bisa diharapkan untuk membangun penegtahuan dan kesadaran masyarakat.

Pemerintah tidak melaksanakan salah tugasnya sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, jadi tugas itu sekarang terpaksa diambil alih oleh sebagain rekan-rekan kita yang sudah mengerti dan berani bersuara.

Untuk dunia perburuhan, kawan-kawan yang bergerak adalah pengurus-pengurus dari serikat buruh yang relatif baru berdiri KASBI, SBSI 92, FNPBI, dan puluhan serikat buruh lainnya mencoba membangun kesadaran akan pentingnya persatuan, agar di kala buruh ditekan, perlawanan yang kita berikan akan cukup kuat, seperti yang sudah kita saksikan bersama dalam penolakan revisi UUK 13/2003 lalu.

Namun rekan-rekan yang mengikuti Konfernas merumuskan 3 masalah yang menyulitkan upaya menggalang persatuan di kalangan buruh, yaitu: Serikat Buruh Masih terkotak-kotak, tidak Populernya serikat buruh di kalangan pekerja sendiri, dan Serikat Buruh tidak memiliki perspektif jangka panjang.

Konfernas menyimpulkan bahwa ketidakmampuan buruh dalam menuntut pemenuhan haknya dari pemerintah Indonesia, adalah juga karena keterbatasan alat politik kaum lemah dalam peemrintahan. Selama ini kekuasaan selalu berpihak kepada kepentingan majikan kita, yaitu pengusaha-pengusaha dan pemilik modal. Konfernas merasakan perlunya sebuah alat politik untuk menyalurkan suara dan tuntutan kaum buruh di pemerintahan.


 

                                        Suara ABM